RANAH KOGNITIF, AFEKTIF DAN
PSIKOMOTORIK
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Diketahui secara umum bahwa lima tahun pertama
kehidupan anak merupakan saat yang paling menentukan kualitas perkembangan
anak. Perkembangan anak meliputi tiga aspek, yaitu kognitif, afektif, dan
psikomotorik.Kognitif berkaitan dengan kegiatan mental dalam memperoleh,
mengolah, mengorganisasi, dan menggunakan pengetahuan.Afektif berkaitan dengan
perasaan atau emosi. Sedangkan psikomotorik merupakan aktivitas fisik yang berkaitan
dengan proses mental.
Bila anak hidup dalam suatu lingkungan
tertentu, maka anak tadi akan memperlihatkan pola tingkah laku yang khas dari
lingkungannya tadi. Pada umumnya kegiatan bermain dan belajar di dalam ruangan,
hal tersebut dapat mempengaruhi aktivitas anak yang terlihat dari perilakunya
selama berada di dalam ruangan.Perilaku itu juga merupakan perwujudan dari
aspek perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotoriknya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Jelaskan
pengertian kognitif, afektif dan psikomotorik?
2. Jelaskan ciri-ciri kognitif, afektif dan
psikomotorik?
3. Bagaimana pengaruh objek evaluasi terhadap
ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik?
BAB II
PEMBAHASAN
RANAH KOGNITIF, AFEKTIF DAN PSIKOMOTOR
A. RANAH KOGNITIF
Aspek
kognitif adalah kemampuan intelektual siswa dalam berpikir, mengetahui dan
memecahkan masalah.Ranah kognitif mencakup kegiatan mental (otak). Menurut
Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah
kognitif. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk
didalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis,
mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam
aspek atau jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan
jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang atau aspek
yang dimaksud adalah:
• Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge):
Adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau
mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, rumus-rumus, dan sebagainya,
tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunkannya. Pengetahuan atau ingatan
adalah merupakan proses berfikir yang paling rendah.
Salah satu contoh hasil belajar kognitif pada
jenjang pengetahuan adalah dapat menghafal surat al-‘Ashar, menerjemahkan dan
menuliskannya secara baik dan benar, sebagai salah satu materi pelajaran
kedisiplinan yang diberikan oleh guru Pendidikan Agama Islam di sekolah.
• Pemahaman (comprehension) : Adalah kemampuan
seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui
dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan
dapat melihatnya dari berbagai segi. Seseorang peserta didik dikatakan memahami
sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih
rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman
merupakan jenjang kemampuan berfikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan
atau hafalan.
Salah satu contoh hasil belajar ranah kognitif
pada jenjang pemahaman ini misalnya: Peserta didik atas pertanyaan Guru
Pendidikan Agama Islam dapat menguraikan tentang makna kedisiplinan yang
terkandung dalam surat al-‘Ashar secara lancar dan jelas.
• Penerapan (application): Adalah kesanggupan
seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun
metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam
situasi yang baru dan kongkret. Penerapan ini adalah merupakan proses berfikir
setingkat lebih tinggi ketimbang pemahaman.
Salah satu contoh hasil belajar kognitif
jenjang penerapan misalnya: Peserta didik mampu memikirkan tentang penerapan
konsep kedisiplinan yang diajarkan Islam dalam kehidupan sehari-hari baik
dilingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
• Analisis (analysis) : Adalah kemampuan
seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut
bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara
bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya.
Jenjang analisis adalah setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang aplikasi.
Contoh: Peserta didik dapat merenung dan
memikirkan dengan baik tentang wujud nyata dari kedisiplinan seorang siswa
dirumah, disekolah, dan dalam kehidupan sehari-hari di tengah-tengah
masyarakat, sebagai bagian dari ajaran Islam.
• Sintesis (syntesis) : Adalah kemampuan
berfikir yang merupakan kebalikan dari proses berfikir analisis. Sisntesis
merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara
logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang yang berstruktur atau
bebrbentuk pola baru. Jenjang sintesis kedudukannya setingkat lebih tinggi
daripada jenjang analisis. Salah satu jasil belajar kognitif dari jenjang
sintesis ini adalah: peserta didik dapat menulis karangan tentang pentingnya kedisiplinan
sebagiamana telah diajarkan oleh islam.
• Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation)
: Adalah merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif dalam
taksonomi Bloom. Penilian/evaluasi disini merupakan kemampuan seseorang untuk
membuat pertimbangan terhadap suatu kondisi, nilai atau ide, misalkan jika
seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan maka ia akan mampu memilih satu
pilihan yang terbaik sesuai dengan patokan-patokan atau kriteria yang ada.
Salah satu contoh hasil belajar kognitif
jenjang evaluasi adalah: peserta didik mampu menimbang-nimbang tentang manfaat
yang dapat dipetik oleh seseorang yang berlaku disiplin dan dapat menunjukkan
mudharat atau akibat-akibat negatif yang akan menimpa seseorang yang bersifat
malas atau tidak disiplin, sehingga pada akhirnya sampai pada kesimpulan
penilaian, bahwa kwdisiplinan merupakan perintah Allah SWT yang waji
dilaksanakan dalam sehari-hari.
Ciri-ciri Ranah Penilaian Kognitif
Aspek
kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir termasuk di dalamnya kemampuan
memahami, menghafal, mengaplikasi, menganalisis, mensistesis dan kemampuan
mengevaluasi.Menurut Taksonomi Bloom (Sax 1980), kemampuan kognitif adalah
kemampuan berfikir secara hirarki yang terdiri dari pengetahuan, pemahaman,
aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.
Pada tingkat
pengetahuan, peserta didik menjawab pertanyaan berdasarkan hafalan saja.Pada
tingkat pemahaman peserta didik dituntut juntuk menyatakan masalah dengan
kata-katanya sendiri, memberi contoh suatu konsep atau prinsip.Pada tingkat
aplikasi, peserta didik dituntut untuk menerapkan prinsip dan konsep dalam
situasi yang baru.Pada tingkat analisis, peserta didik diminta untuk untuk
menguraikan informasi ke dalam beberapa bagian, menemukan asumsi, membedakan
fakta dan pendapat serta menemukan hubungan sebab—akibat.Pada tingkat sintesis,
peserta didik dituntut untuk menghasilkan suatu cerita, komposisi, hipotesis
atau teorinya sendiri dan mensintesiskan pengetahuannya.Pada tingkat evaluasi,
peserta didik mengevaluasi informasi seperti bukti, sejarah, editorial,
teori-teori yang termasuk di dalamnya judgement terhadap hasil analisis untuk
membuat kebijakan.
Tujuan aspek
kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan
intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan
memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungkan dan menggabungkan
beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan
masalah tersebut.Dengan demikian aspek kognitif adalah sub-taksonomi yang
mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat
pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi.
Evaluasi
hasil belajar kognitif dapat dilakukan dengan menggunakan tes objektif maupun
tes uraian. Prosedur evaluasi hasil belajar ranah kognitif dengan menggunakan
tes sebagai instrumennya meliputi :
1. Menyusun tes hasil belajar yang diawali
dengan penyusunan kisi-kisi. Langkah berikutnya setelah kisi-kisi tersusun
adalah menulis butir soal dengan mengacu pada pedoman penulisan soal untuk tipe
tes obyektif atau tes uraian.
2. Melakukan testing, pendidik melaksanakan
testing harus tertib dalam arti mengikuti prosedur administrasi testing agar
diperoleh informasi atau data hasil testing secara obyektif, sahih dan dapat
dipercaya yang pada gilirannya memberi gambaran yang sebenarnya tentang.
capaian kemampuan yang diungkap yang sesuai dengan jenis dan bentuk tes yang
digunakan.
3. Melakukan skoring, analisis dan
interpretasi pendidik dalam memberi skor pada hasil testing harus mengikuti
pedoman scoring sesuai dengan jenis dan bentuk tes yang digunakan serta
dilakukan secara obyektif. Skoring dilaksanakan dengan segera setelah
pelaksanaan testing .Analisis dan interpretasi hasil testing dilaksanakan pada
setiap kali pendidik selesai melakukan skoring.Dengan analisis dan interpretasi
dosen memperoleh gambaran tentang capaian penguasaan kompetensi bagi setiap
peserta didik, dan secara umum dapat memperoleh gambaran tentang keberhasilan
pembelajaran yang dilaksanakan.Dalam hal ini kriteria keberhasilan pembelajaran
adalah ketuntasan pencapaian hasil belajar atau penguasaan kompetensi yang
direncanakan dapat dicapai oleh setiap mahasiswa; selanjutnya dapat ditentukan
tindak lanjutnya.
4. Melaksanmakan tindak lanjut Berdasarkan
hasil analisis dan interpretasi hasil testing pendidik melaksanakan tindak
lanjut dalam bentuk melaksanakan kegiatan melanjutkan pembelajaran pokok materi
sajian selanjutnya bilamana tingkat ketuntasan penguasaan kompetensi telah
tercapai, dan melaksanakan pembelajaran/ pengajaran remedial apabila tingkat
ketuntasan penguasaan kompetensi oleh peserta didik belum tercapai.
Pembelajaran/pengajaran remedial dlaksanakan secara individual, kelompok atau
klasikal sesuai dengan hasil prosedur diagnosis ketidak mampuan peserta didik
mencapai tingkat ketuntasan yang diharapkan
B. RANAH AFEKTIF
Ranah
afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai.Ranah afektif
mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan
nilai.Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan
perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi.
Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai
tingkah laku. Seperti: perhatiannnya terhadap mata pelajaran pendidikan agama
Islam, kedisiplinannya dalam mengikuti mata pelajaran agama disekolah,
motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai pelajaran agama Islam
yang di terimanya, penghargaan atau rasa hormatnya terhadap guru pendidikan agama
Islam dan sebagainya.
Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi ke
dalam lima jenjang, yaitu:
• Receiving atau attending (= menerima atua
memperhatikan), adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus)
dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan
lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah: kesadaran dan keinginan
untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau
rangsangan yang datang dari luar. Receiving atau attenting juga sering di beri
pengertian sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu
objek.Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai
atau nilai-nilai yang di ajarkan kepada mereka, dan mereka mau menggabungkan
diri kedalam nilai itu atau meng-identifikasikan diri dengan nilai itu. Contah
hasil belajar afektif jenjang receiving , misalnya: peserta didik bahwa
disiplin wajib di tegakkan, sifat malas dan tidak di siplin harus disingkirkan
jauh-jauh.
• Responding (= menanggapi) mengandung arti
“adanya partisipasi aktif”. Jadi kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang
dimiliki oleh seseorang untuk mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam
fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya salah satu cara. Jenjang ini
lebih tinggi daripada jenjang receiving.Contoh hasil belajar ranah afektif
responding adalah peserta didik tumbuh hasratnya untuk mempelajarinya lebih
jauh atau menggeli lebih dalam lagi, ajaran-ajaran Islam tentang kedisiplinan.
• Valuing (menilai=menghargai). Menilai atau
menghargai artinya mem-berikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu
kegiatan atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan
akan membawa kerugian atau penyesalan. Valuing adalah merupakan tingkat afektif
yang lebih tinggi lagi daripada receiving dan responding. Dalam kaitan dalam
proses belajar mengajar, peserta didik disini tidak hanya mau menerima nilai
yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau
fenomena, yaitu baik atau buruk. Bila suatu ajaran yang telah mampu mereka
nilai dan mampu untuk mengatakan “itu adalah baik”, maka ini berarti bahwa
peserta didik telah menjalani proses penilaian. Nilai itu mulai di camkan
(internalized) dalam dirinya. Dengan demikian nilai tersebut telah stabil dalam
peserta didik.Contoh hasil belajar efektif jenjang valuing adalah tumbuhnya
kemampuan yang kuat pada diri peseta didik untuk berlaku disiplin, baik
disekolah, dirumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
• Organization (=mengatur atau
mengorganisasikan), artinya memper-temukan perbedaan nilai sehingga terbentuk
nilai baru yang universal, yang membawa pada perbaikan umum. Mengatur atau
mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu sistem
organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai denagan nilai lain.,
pemantapan dan perioritas nilai yang telah dimilikinya. Contoh nilai efektif
jenjang organization adalah peserta didik mendukung penegakan disiplin nasional
yang telah dicanangkan oleh bapak presiden Soeharto pada peringatan hari
kemerdekaan nasional tahun 1995.
• Characterization by evalue or calue complex
(=karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai), yakni keterpaduan semua
sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian
dan tingkah lakunya. Disini proses internalisasi nilai telah menempati tempat
tertinggi dalal suatu hirarki nilai. Nilai itu telah tertanam secara konsisten
pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya.Ini adalah merupakan tingkat
efektif tertinggi, karena sikap batin peserta didik telah benar-benar
bijaksana.Ia telah memiliki phyloshopphy of life yang mapan. Jadi pada jenjang
ini peserta didik telah memiliki sistem nilai yang telah mengontrol tingkah
lakunya untuk suatu waktu yang lama, sehingga membentu karakteristik “pola
hidup” tingkah lakunya menetap, konsisten dan dapat diramalkan.Contoh hasil
belajar afektif pada jenjang ini adalah siswa telah memiliki kebulatan sikap
wujudnya peserta didik menjadikan perintah Allah SWT yang tertera di Al-Quran
menyangkut disiplinan, baik kedisiplinan sekolah, dirumah maupun
ditengah-tengan kehidupan masyarakat.
Secara skematik kelima jenjang afektif
sebagaimana telah di kemukakan dalam pembicaraan diatas, menurut A.J Nitko
(1983) dapat di gambarkan sebagai berikut: “Ranah afektif tidak dapat diukur
seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah afektif kemampuan yang diukur
adalah: Menerima (memperhatikan), Merespon, Menghargai, Mengorganisasi, dan
Karakteristik suatu nilai.
Skala yang
digunakan untuk mengukur ranah afektif seseorang terhadap kegiatan suatu objek
diantaranya skala sikap.Hasilnya berupa kategori sikap, yakni mendukung
(positif), menolak (negatif), dan netral.Sikap pada hakikatnya adalah
kecenderungan berperilaku pada seseorang.Ada tiga komponen sikap, yakni
kognisi, afeksi, dan konasi.Kognisi berkenaan dengan pengetahuan seseorang
tentang objek yang dihadapinya.Afeksi berkenaan dengan perasaan dalam
menanggapi objek tersebut, sedangkan konasi berkenaan dengan kecenderungan
berbuat terhadap objek tersebut.Oleh sebab itu, sikap selalu bermakna bila
dihadapkan kepada objek tertentu.
Skala sikap
dinyatakan dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden, apakah
pernyataan itu didukung atau ditolaknya, melalui rentangan nilai tertentu.Oleh
sebab itu, pernyataan yang diajukan dibagi ke dalam dua kategori, yakni
pernyataan positif dan pernyataan negatif.
Salah satu
skala sikap yang sering digunakan adalah skala Likert.Dalam skala Likert,
pernyataan-pernyataan yang diajukan, baik pernyataan positif maupun negatif,
dinilai oleh subjek dengan sangat setuju, setuju, tidak punya pendapat, tidak
setuju, sangat tidak setuju.
Ciri-ciri Ranah Penilaian Afektif
Ada 5 tipe
karakteristik afektif yang penting berdasarkan tujuannya, yaitu sikap, minat,
konsep diri, nilai, dan moral.
1. Sikap : Sikap merupakan suatu kencendrungan
untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap dapat
dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu yang positif, kemudian
melalui penguatan serta menerima informasi verbal. Perubahan sikap dapat
diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai, keteguhan, dan
konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap adalah penilaian yang dilakukan
untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi
pembelajaran, pendidik, dan sebagainya.
2. Minat : Menurut Getzel (1966), minat adalah
suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang
untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk
tujuan perhatian atau pencapaian. Sedangkan menurut kamus besar bahasa
Indonesia (1990: 583), minat atau keinginan adalah kecenderungan hati yang
tinggi terhadap sesuatu.Hal penting pada minat adalah intensitasnya.Secara umum
minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi. Penilaian
minat dapat digunakan untuk:
• mengetahui minat peserta didik sehingga
mudah untuk pengarahan dalam pembelajaran,
• mengetahui bakat dan minat peserta didik
yang sebenarnya,
• pertimbangan penjurusan dan pelayanan
individual peserta didik,
• menggambarkan keadaan langsung di
lapangan/kelas,
3. Konsep Diri : Menurut Smith, konsep diri
adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang
dimiliki. Target, arah, dan intensitas konsep diri pada dasarnya seperti ranah
afektif yang lain. Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir
peserta didik, yaitu dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri,
dapat dipilih alternatif karir yang tepat bagi peserta didik.Selain itu
informasi konsep diri penting bagi sekolah untuk memberikan motivasi belajar
peserta didik dengan tepat.
4. Nilai : Nilai menurut Rokeach (1968)
merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan, atau perilaku yang
dianggap baik dan yang dianggap buruk. Selanjutnya dijelaskan bahwa sikap
mengacu pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik atau situasi,
sedangkan nilai mengacu pada keyakinan. Definisi lain tentang nilai disampaikan
oleh Tyler (1973:7), yaitu nilai adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang
dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan.
Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia belajar menilai suatu objek, aktivitas,
dan ide sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat, sikap, dan
kepuasan.Oleh karenanya satuan pendidikan harus membantu peserta didik
menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi peserta didik
untuk memperoleh kebahagiaan personal dan memberi konstribusi positif terhadap
masyarakat.
5. Moral : Moral berkaitan dengan perasaan
salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap
tindakan yang dilakukan diri sendiri. Misalnya menipu orang lain, membohongi
orang lain, atau melukai orang lain baik fisik maupun psikis. Moral juga sering
dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan akan perbuatan yang
berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan
keyakinan seseorang.
Ranah afektif lain yang penting adalah:
• Kejujuran: peserta didik harus belajar
menghargai kejujuran dalam berinteraksi dengan orang lain.
• Integritas: peserta didik harus mengikatkan
diri pada kode nilai, misalnya moral dan artistik.
• Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa
semua orang mendapat perlakuan yang sama dalam memperoleh pendidikan.
• Kebebasan: peserta didik harus yakin bahwa
negara yang demokratis memberi kebebasan yang bertanggung jawab secara maksimal
kepada semua orang.
Tujuan
dilaksanakannya penilaian hasil relajar afektif ádalah untuk mengetahui capaian
hasil belajar dalam hal penguasaan domain afektif dari kompetensi yang
diharapkan dikuasai oleh setiap peserta didik setelah kegiatan pembelajaran
berlangsung.
Pertimbangan-pertimbangan pemilihan dan
pengembangan teknik penilaian hasil belajar, yaitu: (1) kualitas, baik dan
benar secara teknis dan dapat memberikan hasil yang menunjukkan dan memperbaiki
proses belajar peserta didik, (2) tepat untuk menunjukkan pencapaian kompetensi
yang diungkap, (3) praktis, efisien, adil dan mampu membedakan kemampuan
peserta didik dan layak digunakan, (4) dimengerti oleh peserta didik, (5) ada
alternatif teknik pengkuran lain, (6) tidak mempersulit peserta didik, dan (7)
tersedia waktu, peralatan, sarana dan prasarana untuk pengadministrasiannya.
Hal-hal yang perlu dilakukan oleh pembelajar
berkenaan dengan pemilihan teknik penilaian adalah (1) memilih teknik penilaian
berdasarkan jenis dan karakteristik kompetensi yang akan diukur dan dinilai,
(2) menyusun perangkat alat ukur dengan urutan menyusun kisi-kisi kemudian
menyusun perangkat alat ukur, (3) menyusun petunjuk administrasi, dan (4)
menetapkan cara/system penilaian.
Teknik
pengukuran dan penilaian hasil belajar afektif terdiri atas (1) Teknik testing,
yaitu teknik penilaian yang menggunakan tes sebagai alat ukurnya, dan (2)
Teknik non-testing, yaitu teknik penilaian yang menggunkan bukan tes sebagai
alat ukurnya.
C. RANAH PSIKOMOTORI
Ranah psikomotor
merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan
bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu.Ranah
psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari,
melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya.Hasil belajar ranah
psikomotor dikemukakan oleh Simpson (1956) yang menyatakan bahwa hasil belajar
psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak
individu.Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari
hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan hasil belajar afektif (yang baru
tampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku). Hasi belajar
kognitif dan hasil belajar afektif akan menjadi hasil belajar psikomotor apabila
peserta didik telah menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan
makna yang terkandung dalam ranah kognitif dan ranah afektif dengan materi
kedisiplinan menurut agama Islam
maka wujud nyata dari hasil psikomotor yang
merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif afektif itu adalah; (1)
peserta didik bertanya kepada guru pendidikan agama Islam tentang contoh-contoh
kedisiplinan yang telah ditunjukkan oleh Rosulullah SAW, para sahabat, para
ulama dan lain-lain; (2) peseta didik mencari dan membaca buku-buku,
majalah-majalah atau brosur-brosur, surat kabar dan lain-lain yang membahas
tentang kedisiplinan; (3) peserta didik dapat memberikan penejelasan kepada
teman-teman sekelasnya di sekolah, atau kepada adik-adiknya di rumah atau kepada
anggota masyarakat lainnya, tentang kedisiplinan diterapkan, baik di sekolah,
di rumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat; (4) peserta didik
menganjurkan kepada teman-teman sekolah atau adik-adiknya, agar berlaku
disiplin baik di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah kehidupan
masyarakat; (5) peserta didik dapat memberikan contoh-contoh kedisiplinan di
sekolah, seperti datang ke sekolah sebelum pelajaran di mulai, tertib dalam
mengenakan seragam sekolah, tertib dan tenag dalam mengikuti pelajaran, di
siplin dalam mengikuti tata tertib yang telah ditentukan oleh sekolah, dan
lain-lain; (6) peserta didik dapat memberikan contoh kedisiplinan di rumah,
seperti disiplin dalam belajar, disiplin dalam mennjalannkan ibadah shalat,
ibadah puasa, di siplin dalam menjaga kebersihan rumah, pekarangan, saluran
air, dan lain-lain; (7) peserta didik dapat memberikan contoh kedisiplinan di
tengah-tengah kehidupan masyarakat, seperti menaati rambu-rambu lalu lintas,
tidak kebut-kebutan, dengan suka rela mau antri waktu membeli karcis, dan
lain-lain, dan (8) peserta didik mengamalkan dengan konsekuen kedisiplinan
dalam belajar, kedisiplinan dalam beribadah, kedisiplinan dalam menaati
peraturan lalu lintas, dan sebagainya.
Ciri-ciri Ranah Penilaian Psikomotor
Ranah
psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui
keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik.Ranah
psikomotor adalah ranah yang berhubungan aktivitas fisik, misalnya; menulis,
memukul, melompat dan lain sebagainya.
Ada beberapa ahli yang menjelaskan cara
menilai hasil belajar psikomotor. Ryan (1980) menjelaskan bahwa hasil belajar
keterampilan dapat diukur melalui (1) pengamatan langsung dan penilaian tingkah
laku peserta didik selama proses pembelajaran praktik berlangsung, (2) sesudah
mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes kepada peserta didik
untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap, (3) beberapa waktu sesudah
pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya. Sementara itu
Leighbody (1968) berpendapat bahwa penilaian hasil belajar psikomotor mencakup:
(1) kemampuan menggunakan alat dan sikap kerja, (2) kemampuan menganalisis
suatu pekerjaan dan menyusun urut-urutan pengerjaan, (3) kecepatan mengerjakan
tugas, (4) kemampuan membaca gambar dan atau simbol, (5) keserasian bentuk
dengan yang diharapkan dan atau ukuran yang telah ditentukan.
Dari
penjelasan di atas dapat dirangkum bahwa dalam penilaian hasil belajar
psikomotor atau keterampilan harus mencakup persiapan, proses, dan produk.
Penilaian dapat dilakukan pada saat proses berlangsung yaitu pada waktu peserta
didik melakukan praktik, atau sesudah proses berlangsung dengan cara mengetes
peserta didik.Penilaian psikomotorik dapat dilakukan dengan menggunakan
observasi atau pengamatan. Dengan kata lain, observasi dapat mengukur atau
menilai hasil dan proses belajar atau psikomotorik. Misalnya tingkah laku
peserta didik ketika praktik,kegiatan diskusi peserta didik, partisipasi
peserta didik dalam simulasi, dan penggunaan alins ketika belajar.
Tes untuk
mengukur ranah psikomotorik adalah tes untuk mengukur penampilan atau kinerja
(performance) yang telah dikuasai oleh peserta didik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari beberapa uraian di atas dapat kami
simpulkan bahwa dalam proses belajar mengajar membutuhkan pengukuran ranah
afektif, kognitif dan psikomorik. Sehingga dapat melihat skor yang didapat oleh
anak didik tersebut. Untuk itulah kemampuan (skil) dapat terkontrol sejak awal
masuk sekolah hingga akan mendapatkan peningkatan yang diinginkan sesuai dengan
kemampuan anak didik itu sendiri.
Ketiga ranah tersebut sangat penting untuk
diketahui dalam proses belajar mengajar, fungsinya adalah untuk mengetahui
sejauh mana siswa atau anak didik mampu mengaplikasikan apa yang telah didapat.
B. Saran
Demikian Panduan Evaluasi Pembelajaran ini
disusun dengan bentuk yang sederhana, tentunya dengan harapan mudah dimengerti
dan dipahami sebagai salah satu acuan dalam pelaksanaan evaluasi pembelajaran
bagi mahasiswa khususnya dilingkungan Jurusan pendidikan agama islam atau
mahasiswa perguruan tinggi pada umumnya.
Penulis
meenyadari bahwa isi makalah ini belum mencapai tahap kesempurnaan, oleh karena
itu penulis memohon kertik dan saran yang bisa membangun dan menyempurnakan isi
makalah ini.
Kepada semua
pihak yang telah membantu dan mendukung tersusunnya matakuliah Evaluasi
Pendidikan ini diucapkan banyak terima kasih, semoga bermanfaat. Amin
DAFTAR PUSTAKA
Sudijoono Anas, Pengantar Evaluasi Pendidikan,
Jakarta PT. Raja grafindo Persada, 2011.
Arikunto Suharsimi, Dasar-Dasar evaluasi
Pendidikan, Jakarta, Bumi Aksara 1995.
Www. Google.Com, Ranah Kognitif,Afektif dan
Psikomotorik, di Akses Pada Tanggal 5 Oktober 2011.
by. Alif Syafitar Riansa, S.Pd