Selasa, 21 Juni 2016

Sejarah Berdirinya "Gang Dolly" di Surabaya, Jatim

Assalamualaikum,wr.wb.

Kali ini ane mau ceritain nih gimana sejarah berdirinya "Gang Dolly" di surabaya.
Cekidot........

----> Sebagian besar di seluruh
negara tepatnya di kota-kota besar ada lokasi
prostitusi. Termasuk Indonesia, siapa tak kenal
dengan kawasan Dolly yang berada disudut
kota Surabaya, Jawa Timur.
Konon, Dolly di lokalisasi pelacuran disebut-
sebut yang terbesar se-Asia Tenggara. Betapa
tidak, sedikitnya 9.000 lebih pelacur numplek
jadi satu di kawasan tersebut. Pria hidung
belang kalangan atas hingga bawah tak sulit
ditemukan di kawasan Dolly. Tidak hanya
penduduk lokal, wisatawan asing pun tak jarang
datang ke sini sekadar untuk memuaskan
birahi.
Kendati begitu, benar atau tidak, belum ada
catatan pembanding resmi dengan kompleks
lokalisasi di negeri lain, misalnya; kawasan Phat
Pong di Bangkok, Thailand dan Geylang di
Singapura.
Lokalisasi ini hampir menyelimuti seluruh jalan
di kawasan itu. Bahkan, Dolly lebih dikenal
ketimbang kota Surabaya sendiri. Para bule
yang sering mangkal di Bali pun kerap
menyeberang ke Surabaya hanya untuk
'menjajal' wanita-wanita malam yang dijajakan di
Dolly.
Bicara soal Dolly, tak banyak yang tahu
tentang bagaimana sejarah lokalisasi ini berdiri
hingga bisa besar dan terkenal seperti
sekarang.
Sejarah mencatat, kawasan Dolly rupanya
dahulu adalah tempat pemakaman warga
Tionghoa pada zaman penjajahan Belanda.
Namun pemakaman ini disulap oleh seorang
Noni Belanda bernama Dolly sebagai tempat
prostitusi khusus bagi para tentara negeri
kincir angin itu. Bahkan keturunan tante Dolly
juga disebut-sebut masih ada hingga kini malah
tidak meneruskan bisnis esek-esek ini.
Sebagai pencetus komplek lokalisasi di Jalan
Jarak, Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan
Sawahan, Kota Surabaya ini maka perempuan
dengan sebutan tante Dolly itu kemudian
dikenal sebagai tokoh melegenda tentang asal
muasal terbentuknya gang lokalisasi prostitusi
tersebut.
Dalam beberapa kisah tutur masyarakat
Surabaya, awal pendiriannya, tante Dolly hanya
menyediakan beberapa gadis untuk menjadi
pekerja seks komersial. Melayani dan
memuaskan syahwat para tentara Belanda.
Seiring berjalannya waktu, ternyata pelayanan
para gadis asuhan tante Dolly tersebut mampu
menarik perhatian para tentara untuk datang
kembali.
Dalam perkembangannya, gang Dolly semakin
dikenal masyarakat luas. Tidak hanya prajurit
Belanda saja yang berkunjung, namun warga
pribumi dan saudagar yang berdagang di
Surabaya juga ikut menikmati layanan PSK.
Sehingga kondisi tersebut berpengaruh kepada
kuantitas pengunjung dan jumlah PSK.
Dolly juga menjelma menjadi kekuatan dan
sandaran hidup bagi penduduk di sana.
Terdapat lebih dari 800 wisma esek-esek,
kafe dangdut dan panti pijat plus yang
berjejer rapi. Setidaknya setiap malam sekitar
9.000 lebih penjaja cinta, pelacur di bawah
umur, germo, ahli pijat siap menawarkan
layanan kenikmatan kepada para pengunjung.
Tidak hanya itu, Dolly juga menjadi tumpuan
hidup bagi ribuan pedagang kaki lima, tukang
parkir, dan calo prostitusi. Semua saling
berkait menjalin sebuah simbiosis mutualisme.
Kisah lain tentang Dolly juga pernah ditulis
Tjahjo Purnomo dan Ashadi Siregar dalam
buku berjudul "Dolly: Membedah Dunia
Pelacuran Surabaya, Kasus Kompleks Pelacuran
Dolly" yang diterbitkan Grafiti Pers, April
1982. Dalam buku itu disebutkan dulu kawasan
Dolly merupakan makam Tionghoa, meliputi
wilayah Girilaya, berbatasan dengan makam
Islam di Putat Gede.
Baru sekitar tahun 1966 daerah itu diserbu
pendatang dengan menghancurkan bangunan-
bangunan makam. Makam China itu tertutup
bagi jenazah baru, dan kerangka lama harus
dipindah oleh ahli warisnya. Ini mengundang
orang mendapatkan tanah bekas makam itu,
baik dengan membongkar bangunan makam,
menggali kerangka jenazah, atau cukup
meratakan saja.
Setahun kemudian, 1967, muncul seorang
pelacur wanita bernama Dolly Khavit di
kawasan makam Tionghua tersebut. Dia
kemudian menikah dengan pelaut Belanda,
pendiri rumah pelacuran pertama di jalan yang
sekarang bernama Kupang Gunung Timur I.
Wisma miliknya antara lain bernama T, Sul,
NM, dan MR. Tiga di antara empat wisma
itu disewakan pada orang lain. Demikian asal
muasal nama Dolly.
Dolly semakin berkembang pada era tahun
1968 dan 1969. Wisma-wisma yang didirikan di
sana semakin banyak. Adapun persebarannya
dimulai dari sisi jalan sebelah barat, lalu
meluas ke timur hingga mencapai sebagian
Jalan Jarak.
Belakangan, ramai dibicarakan bahwa tempat
prostitusi ini bakal ditutup oleh pemerintah
setempat. Wali Kota Surabaya Tri
Rismaharini menjadi salah satu aktor utama
yang ingin jika tempat-tempat lokalisasi di
kawasan Surabaya ditutup. Alasannya, lokalisasi
selalu menjadi muara kasus human trafficking
yang kian menjadi akhir-akhir ini.
Pertanyaannya, mampukah sang wali kota
menutup Dolly? Pasalnya, Dolly juga diyakini
menjadi salah satu penyumbang APBD
terbesar setiap bulannya bagi pemerintah
Surabaya, berkisar hingga puluhan miliar
rupiah, uang yang masuk dari praktik haram itu
ke pemerintah daerah Surabaya.
Tapi semua itu terjawab sudah,
Kini Gang Dolly resmi ditutup.
Walaupun sudah ditutup tersiar kabar kalau ternyata masih bisa lelaki hidung belang yang ingin memuaskan nafsunya dengan cara media handphone.....
www.cwan2.blogspot.com

0 komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya

Foto saya
nama saya alif syafitar riansa, panggil saja alif atau fitar atau riansa, informasi lebih lanjut lihat di ; facebook = Riansa cintanya bilqisAndbunda twitter = @syafitar instagram = riansa29 hp: 085258852727 Pin bbm = D0EC10F2
Diberdayakan oleh Blogger.